Selasa, 19 Februari 2013

Sudikah?

"...sandungan pun berubah menjadi tempaan yang bertubi-tubi, sadarkah?"

"Aku paham betul, sadar betul."

"Wajarkah bila disini terasa perih akibat terlena drama kecil ini?"

"Dalam porsi yang betul, aku dapat katakan itu wajar."

"Apabila ku rasa bodoh karena terjerat jalinan kata manis yang hanya akan menguap keesokannya, wajarkah?"

"Sudah ku bilang, wajar bila dalam porsi yang sesuai."

"Ku rasa ini porsi yang sesuai, aku hanya memastikan."

"Yakinkah? Apa aku dapat percaya bahwa itu bukalah sebuah bualan yang muncul ke permukaan?"

"Kau paham diriku, tak perlu lagi ku jawab basa-basimu."

"Kali ini biarkan pertanyaanku menanggapi rasa penasaranmu, sudikah menjawabnya?"

"Kupersilakan, dengan senang hati akan kuberikan jawaban manis yang jujur."

"Sadarkah seberapa banyak tempaan akhir-akhir ini yang kau terima?"

"Aku sibuk tertawa, tak sempat menghitungnya."

"Sadarkah beberapa kali kau terlalu dekat dengan api yang mereka buat?"

"Ya."

"Sadarkah kau dapat menguasai api itu?"

"Aku punya sejarah buruk dengan api, aku mudah terbakar."

"Tapi sadarkah kau telah menguasainya hanya dengan menghela nafas dan memejamkan mata?"

"..."

"Mungkin kau linglung, atau kehilangan ingatan. Tapi, pernahkah kau sempat teringat bagaimana dirimu dahulu saat berdekatan dengan api?"

"Tanpa hitungan detik, tanpa menunggu, pada saat itu juga aku terbakar."

"Tapi sekarang kau tidak seperti itu."

"Bualan indah keluar dari kerongkonganmu."

"Sudikah kau mau mendengarkan risetku tentang dirimu?"

"Lanjutkan, sobat."

"Kau mulai belajar dan memahami dirimu sendiri, sadar tak sadar tempaan yang kau dapatkan secara ajaib membuat dirimu dapat mengendalikan bagian dirimu yang mudah terbakar. Membuat bagian itu jauh tak terjamah api. Kau mulai dapat mengendalikan dirimu, walaupun kau berada sangat dekat dengan api."

"Apakah itu suatu kebenaran?"

"Sudah berapa banyak api-api yang mereka tebarkan disekelilingmu? Dan sudah berapa banyak kau terbakar karena api-api yang mereka sebar?"

"Aku tetap merasa terbakar saat mereka menebarkan api-api sialan itu."

"Kau mungkin terbakar, ya, hanya terbakar kecil. Selebihnya, kau dapat tetap terlihat dingin dihadapan para penebar api."

"Aku tidak akan menyerah dan membiarkan diriku terbakar jika itu membuat mereka si penebar api tersenyum. Aku tidak akan merendahkan diriku."

"Sudikah berterimakasih kepada tempaan-tempaan yang sudah kau terima selama ini? Mereka telah mengajarkanmu sesuatu hal penting, Heart!"

"Sampaikan salamku untuk mereka, terimakasih banyak untuk pelajaran berharganya. Terimakasih untukmu juga, Brain."







Tidak ada komentar:

Posting Komentar